Be The Best Just For Today
Wednesday, January 4, 2012
Luka Lama
kambuh kembali
smakin jelas
smakin parah
menjalar di setiap hati
janji-janji dilangkah ini
hanya usap..
hanya sentuh..
telinga lalu pergi
bahkan malam yang biasa singgah
enggan menyapa pada sang bulan
mimpi-mimpi tak cantik lagi
sejengkal melangkah bertambah nyeri...
luka.
kau paksa kami untuk menahan duka ini
sedangkan kau sendiri tlah lupa
akan gaduhnya jerit
akan busuknya derita
akan hitamnya tangis
akan kentalnya nanah...
bahkan malam yang biasa singgah
enggan menyapa pada sang bulan
mimpi-mimpi tak cantik lagi
sejengkal melangkah bertambah nyeri... luka
kau paksa kami untuk menahan luka ini
sedangkan kau sendiri tlah lupa
akan gaduhnya jerit
akan busuknya derita
akan hitamnya tangis
akan kentalnya nanah
di kaki kami yang labil melangkah..
Thursday, December 22, 2011
Tak Biru Lagi Lautku
Hamparan pasir
Tampak putih berbuih
Kala sisa ombak merayap
Hamparan pasir
Terasa panas menyengat
Di telapak kaki yang berkeringat
Camar camar hitam
Terbang rendah melayang
Di sekitar perahu nelayan
Daun kelapa
Elok saat melambai
Mengikuti arah angin
Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan
Gurau mereka
Oh memang akrab dengan alam
Kudengar dari kejauhan
Dan batu batu karang
Tertawa ramah bersahabat
Memaksa aku tuk bernyanyi
Tampak ombak
Kejar mengejar menuju karang
Menampar tubuh pencari ikan
Semilir angin berhembus
Bawa dendang unggas laut
Seperti restui jala nelayan
Itu dahulu
Berapa tahun yang lalu
Cerita orang tuaku
Sangat berbeda
Dengan apa yang ada
Tak biru lagi lautku
Tak riuh lagi camarku
Tak rapat lagi jalamu
Tak kokoh lagi karangku
Tak buas lagi ombakmu
Tak elok lagi daun kelapaku
Tak senyum lagi nelayanku
Tak senyum lagi nelayanku
Iwan Fals ( Album Hijau 1992 )
Jalani hidup
Tenang tenang tenanglah seperti karang
Sebab persoalan bagai gelombang
Tenanglang tenang tenanglah sayang
Tek pernah malas
Persoalan yang datang hantam kita
Dan kita tak mungkin untuk menghindar
Semuanya sudah suratan
Oh matahari
Masih setia
Menyinari rumah kita
Tak kan berhenti
Tak kan berhenti
Menghangati hati kita
Sampai tanah ini inginkan kita kembali
Sampai kejenuhan mampu merobek robek hati ini
Sebentar saja
Aku pergi meninggalkan
Membelah langit punguti bintang
Untuk kita jadikan hiasan
Tenang tenang tenanglah sayang
Semuanya sudah suratan
Tenang tenang seperti karang
Bintang bintang jadikan hiasan
Berlomba kita dengan sang waktu
Jenuhkah kita jawab sang waktu
Bangkitlah kita tunggu sang waktu
Tenanglah kita menjawab waktu
Seperti karang
Tenanglah
Seperti karang
Tenanglah
Lagu Dua
Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir
Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan
Jakarta sudah habis
Diatasnya berdiri bangunan bangunan industri
Disekitar bangunan bangunan itu
Bangunin bangunin memproduksi belatung
Jakarta sudah habis
Warna tanahnya merah kecoklat coklatan
Mirip dengan darah
Mirip dengan api
Mirip dengan air mata
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Jakarta sudah habis
Dijalan jalan marah ( Dijalan )
Dijalan marah marah
Dirumah rumah marah ( Dirumah )
Dirumah marah marah
Apa enaknya ?
Jakarta sudah habis
Empat puluh persen rakyatnya
Beli air dari PAM
Sisanya gali sendiri
Persoalannya gali pakai apa ?
Tentu saja gali pakai duit
Duitnya terbuat dari air mata asli
Jakarta sudah habis
Sebentar lagi kita akan menjual
Air mata kita sendiri
Karena air mata kita
Adalah air kehidupan
Jakarta sudah habis
Tetapi Indonesia bukan hanya Jakarta
Jakarta
Jakarta
Cuma enak buat cari duit
Nah kalau duit sudah punya
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja
Hijrah saja
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Tanah Jakarta sedang gelisah
Jangan lagi dibuat marah
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Hijrah saja
Jakarta sudah habis
Musim kemarau api
Musim penghujan banjir
Jakarta tidak bersahabat
Api dan airnya bencana
Entah karena kebodohan kecerobohan
Atau keserakahan
Jakarta sudah habis
Jakarta sudah habis
Lagu Tiga
Aku tunggu kamu di tempat ini
Di puncak bukit yang sepi dan dingin
Aku percaya kamu pasti sampai
Rasa dan akal sehatku mengatakan itu
Saudaraku
Singkatnya hari yang kita punya
Begitu banyak memberi makna
Sudah saatnya aku kembali
Sudah waktunya kamu mulai
Saudaraku
Disini
Aku sendiri
Datanglah
Bukit yang sepi
Bukit yang dingin
Tak kan membuatmu tersiksa
Saudaraku
Aku percaya
Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Kita harus mulai bekerja
Persoalan begitu menantang
Satu niat satulah darah kita
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Lagu Empat
Kenapa banyak orang ingin menang ?
Apakah itu hasil akhir kehidupan ?
Kenapa kekalahan menjadi aib ?
Apakah itu kesalahan manusia ?
Demi kemenangan rela membunuh
Demi kemenangan rela memperkosa
Apa saja akan kamu tempuh
Agar kemenangan dapat diraihnya
Kenapa kebenaran tak lagi dicari ?
Sudah tak pentingkah bagi manusia ?
Apakah kebenaran tinggal kata kata ?
Dari bibir pemenang pemenang semu
Aku menjadi lelah dan sangsi
Terhadap kemenangan kemenangan itu
Biarlah aku kalah asal tak memperkosa
Biar saja aku tak menang
Asalkan tak menginjak nuraninya
Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera
Aku tidak ingin menang
Aku hanya ingin benar
Walau harus menggali sukma bumi
Merenangi gelombang samudera
Lagu Lima
Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Sendiri tertidur
Luka luka di punggungnya
Melebam menunggu lalat
Anjing hitam kepala dan kakinya kuning
Kawini ibunya dan beranak lagi
Seperti sebagian manusia
Seperti sebagian manusia
Anjing hitam anaknya hitam
Menunggu seperti kita
Lukanya yang melebam
Memberi kesaksian bagi kehidupan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Kaki depan kanannya pincang
Ditabrak tank ketika latihan didepan
Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu
Anjingku menggonggong
Protes pada situasi
Hatiku melolong
Protes pada kamu
Anjingku menggonggong
Hatiku melolong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Anjingku menggonggong
Lagu Enam
Kemana perginya mainanku ?
Mobil mobilan dari kulit jeruk
Kuda kudaan dari pelepah pisang
Entah kemana perginya
Sekarang sulit membedakan
Mana mainan mana sungguhan
Semua mahal
Semua harus dibeli di toko toko penggoda hati
Minta ampun harga mainan kini
Ada yang seharga gaji menteri
Terbuat dari plastik maupun besi
Hanya untuk gengsi anak bayi
Tak ada lagi bocah berkreasi
Semua sudah tersedia
Mereka menjadi cengeng dan manja
Kejernihan otaknya pun sirna
Mana mainanku yang dulu ?
Aku ingin melihat bentuknya
Aku ingin mengingat nama namanya
Yang pernah akrab dengan kehidupan ini
Lagu Tujuh (Hijau)
Hutanku,
Rusak !
Langitku,
Bocor !
Udara yang aku hisap,
Tercemar !
Makanan yang aku makan,
Racun !
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau Hijauku Hijau
Hijau Dunia
Hijau
Thursday, November 17, 2011
ujung aspal pondok gede
Di bale bambu buah tangan bapakku
Di rumah ini aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari ibuku
Nama dusunku ujung aspal pondok gede
Rimbun dan anggun
Ramah senyum penghuni dusunku
Kambing sembilan motor tiga
Bapak punya
Ladangnya luas habis sudah sebagai gantinya
Sampai saat tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana
Demi serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi
Di depan masjid
Samping rumah wakil pak lurah
Tempat dulu kami bermain
Mengisi cerahnya hari
Namun sebentar lagi
Angkuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu sahabat pergi
Dan tak kan pernah kembali
Thursday, October 20, 2011
ROBOT BERNYAWA
Orang berkumpul bising suaranya
Wajahnya merah dibakar marah
Sang dewa nasib sedang berduka
Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK
Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya
Jangan bertanya jangan bertingkah
Robot bernyawa teruslah bekerja
Sapi perahan dijaman moderen
Mulut dikunci tak boleh bicara
Didepan pabrik minta keadilan
Hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja
Terus bekerja atau di PHK
Inilah lagu orang tak berdaya
Mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja
Dianggap pahlawan kesiangan
Bisa berbahaya
Inilah nasib orang orang bawah
Tidur berjajar menciptakan mimpi indah
Bekerja terus bekerja
Mencoba membalik nasib
Ternyata susah
Tuesday, October 18, 2011
SAJAK ANAK MUDA Oleh: W.S. Rendra
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum
Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.
Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.
Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja?
inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.
Dasar keadilan di dalam pergaulan,
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.
Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.
Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
Untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?
Kita hanya menjadi alat birokrasi!
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan -
menjadi benalu di dahan.
Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberi pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran.
Apakah yang terjadi di sekitarku ini?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.
Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?
Apakah ini? Apakah ini?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.
Mengapa harus kita terima hidup begini?
Seseorang berhak diberi ijazah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.
Bagaimana ? Apakah kita akan terus diam saja.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagi bendera-bendera upacara,
sementara hukum dikhianati berulang kali.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita berada di dalam pusaran tatawarna
yang ajaib dan tidak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara
Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya.
Monday, September 19, 2011
LAGU SERDADU
Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali
Wahai, tanah yang baik untuk mati
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukilah ia bagi puteraku di rumah
(Siasat No. 630 Th. 13, Nopember 1959)
dari :http://pecintapuisi.wordpress.com/category/ws-rendra/